"Setelah puas bermain dengan kawanan
hiu dan bermanja dengan malam, paginya perjalanan dilanjutkan menuju Puncak
Wayag. Puncak Wayag menjadi tujuan utama wisatawan yang datang ke Raja Ampat.
Belum sah rasanya ke Raja Ampat kalau belum naik ke Bukit Wayag."
--- Puput Julianti Damanik,Wartawan Sumut Pos ---
Entering The Village, Please Dress
Politely
Jalur yang dilewati sedikit ekstrim dan
berbahaya. Selain curam, sepanjang jalan dipenuhi dengan karang yang tajam.
Waktu yang dibutuhkan dari Mess CI hanya sekitar 20 menit. Dan, dibutuhkan waktu
30 menit sampai dengan 1 jam untuk naik ke puncak karst Bukit Wayag 1 atau Bukit Wayag
2.
Sampai di atas bukit, rasa lelah
terbayar. Rasanya tidak ingin turun lagi. Pulau-pulau bak cendawan, lautnya
biru, langit biru berawan, sekejap seperti terlempar di surge-Nya. Momen ini
tidak boleh terlewatkan untuk diabadikan.
Setelah puas menikmati pesona Wayag 1 dan
Wayag 2, perjalanan kembali ke Mess CI untuk makan siang mengambil tas serta
perlengkapan. Selanjutnya menuju ke penginapan kedua, Maria Homestay di Desa Yenwaupnor, Kepulauan Gam, tepatnya
berada di Distrik Meos Mansar. Sebelum sampai di Maria Homestay, kami
menyempatkan diri untuk snorkeling di Pulau Mangale, pulau kecil yang penuh
dengan terumbu karang, bintang laut, dan ikan-ikan kecil yang lucu.
Setelah lelah snorkeling, perjalanan
berlanjut ke Pulau Gam. Bagi yang tidak suka snorkeling atau diving, di Pulau
ini bisa menyaksikan keindahan alam Desa Yenwaupnor, hutannya yang masih alami
dengan berbagai jenis burung khas Papua. Karena waktu terlalu singkat, kami
hanya bisa bersantai di Maria Homestay dan menikmati masakan khas ibu Maria,
ikan bakar dan pisang goreng yang renyah.
Ada sekitar 3 bungalow dan masing-masing
memiliki 2 ruang kamar di sini. Ruang tamu juga sedikit besar sehingga bisa
dijadikan untuk tempat beristirahat, tinggal meminta tambahan kasur ke Ibu
Maria. Sehingga 1 bungalow bisa dipakai untuk 6 orang bahkan lebih. Kami pun
beristirahat untuk mengembalikan energi.
Langit tampak cerah memamerkan birunya,
memberikan kesejukan pada jiwa yang rindu akan kedamaian. Hari ketiga Jelajah
Raja Ampat kembali dimulai.
Setelah selesai menikmati sarapan pagi,
nasi goreng jagung telur mata sapi buatan Ibu Maria, kami bergegas untuk
melanjutkan pejalanan. Ibu Maria mengantarkan kami sampai dermaga, bahkan
sampai speedboat kami belum benar-benar hilang ia masih melambaikan tangannya,
mengucapkan perpisahan.
Perjalanan lanjut ke Manta Point, lokasi
ini adalah tempat snorkeling dan diving favorit di mana gerombolan ikan pari
manta berkumpul. Sayangnya, ombak terlalu besar dan akhirnya tim memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Arborek.
"Entering the village, please dress
politely"
Kalimat tersebut terpampang di sebuah
papan kecil berwarna putih yang diletakan di dermaga, pintu masuk Desa Arborek.
Tak ada satu pun masyarakat di desa ini yang terlihat, ternyata semua
masyarakat tengah melakukan ibadah di gereja.
Pasir putih, air yang dangkal, terumbu
karang dan koral yang terlihat bayang-bayang dari atas, sekumpulan ikan yang
membentuk formasi kemudian tiba-tiba loncat ke luar dan meluncur lagi ke dalam.
Membuat hati semakin terasa tentram.
Di pulau ini, memang tidak ada atraksi
khusus, tapi keindahan bawah lautnya sangat cocok untuk meneruskan aktivitas
snorkeling. Pulau berpenduduk yang berada di Mansuar Area ini lebih ramai
dibandingkan Desa Yenwaupnor. Ada gereja, pemakaman, rumah-rumah sedehana
penduduk, dan gedung sekolah dasar.
Usai snorkeling dan ibadah telah
selesai, kami berkesempatan berinteraksi dengan anak-anak di pulau ini. Tanpa
segan, mereka pun mengajak kami bermain.
Semangat bermain dengan anak-anak di
Arborek menambah energi untuk berlanjut ke rute selanjutnya. Kami pun singgah
sebentar ke Raja Ampat Dive Lodge mengantarkan 4 rekan yang ingin melakukan
diving. Setelah itu, lanjut ke Pulau Pasir Timbul yang berdekatan dengan Pulau
Roti.
"Wuahhh," teriak para
backpacker sambil terjun ke pasir dari speedboat.
Ada yang berlari ke sana-ke mari,
berfoto, mencari kulit-kulit kerang yang sudah tak bertuan. Semua sibuk dengan
aktivitasnya sendiri-sendiri. Pasar timbul ini menjadi lokasi kedua terakhir
yang kami datangi dan yang terkahir adalah Sawindarek dan Yenbuba. Dua kampung
yang memiliki keindahan bawah laut yang sangat terjaga. Keanekaragamana biota
laut yang sangat indah.
Setelah itu, kami kembali ke Sorong dan
menginap di Hotel Swissbell. Malamnya di Sorong, kami menyempatkan diri mencari
oleh-oleh dan makan malam di Tembok Berlin.
Perjalanan ini akhinya selesai. Meski
sebenarnya, masih banyak lagi tempat yang belum terkunjungi. Komentar soal
"Apa mungkin ke Raja Ampat, biaya ke Indonesia Timur itu kan mahal"
akhirnya sudah terjawab. Bukan Rp 20 juta, Rp15 juta bahkan Rp10 juta, seperti
perkiraan sebelumnya. Ke Raja Ampat memang harus direncanakan setahun sebelum
keberangkatan, agar biaya bisa dijangkau, khususnya dari Medan.
JelajahIndonesiaku bisa membantu untuk tips murah.
Raja Ampat, kombinasi dari banyak lokasi
terindah di dunia. Keindahan bawah lautnya yang sering disebut-sebut sebagai
'Surga Bawah Air', pulau-pulau karstnya yang menjulang, bukitnya yang bisa
didaki seperti puncak gunung dengan pemandangan laut dan bukit karst, hutannya
yang masih alami dengan berbagai jenis hewan dan burung, mangrove dengan air
yang bening, terumbu karangnya seperti Kepulauan Fiji. Membuat tempat ini tidak
bisa disamakan dengan tempat wisata alam terindah lainnya di dunia. Maka,
jangan mati dulu sebelum ke Raja Ampat.
Selesai.
Oleh : Puput
Julianti Damanik
Tulisan ini sudah dipublikasikan di koran Sumut Post.
0 comments:
Posting Komentar